Minggu, 15 November 2009

Bius Bias Senjata Perang

Masih teringat akan kabar yang tersiar bahwa menteri Pertahanan Jepang menentang pelarangan penggunaan senjata bom curah beberapa bulan lalu. Penentangan yang terkait dengan keinginan Jepang untuk menambah koleksi bom curah yang dimilikinya—saat ini baru empat jenis bom curah yang dipunyai negara ini. Keinginan Jepang ini, tentu diterima penghuni dunia dengan pro dan kontra. Yang mendukung penggunaan senjata ini, tentu akan mendukung keinginan Jepang, meskipun asumsi ini tak seratus persen benar. Sebaliknya, mereka yang kontra dengan penggunaan senjata ini mungkin akan mengutuk tindakan Jepang ini.

Pro dan kontra mengenai penggunaan bom curah sempat menghangat beberapa bulan sebelumnya, ketika Israel menyerang Hizbullah di Jalur Gaza, Palestina. Ketertarikan dan kekhawatiran terhadap senjata ini menimbulkan satu polemik yang tak akan habis dibahas. Dan polemik itu terus berkutat dengan mengangkat isu perdamaian dunia, dengan argumen masing-masing tentunya. Baik yang pro maupun kontra hampir pasti menggunakan alasan ini untuk menguatkan pendapat masing-masing.

Sebagai catatan awal, perdamaian dunia akan ada jika negara-negara di dunia benar-benar mau menjaga perdamaian, inilah yang seharusnya dicamkan. Baik dengan menggunakan senjata, maupun dengan jalan damai—bisa dengan pelarangan penggunaan dan pemilikan senjata-senjata perang.

Jalan untuk mewujudkan perdamaian dunia kategori pertama (menggunakan senjata) adalah jalan yang mengisyaratkan bahwa penggunaan senjata tipe berat atau bahkan kategori ringan hanya digunakan jika memang situasi benar-benar memerlukannya—lebih tepatnya, sekedar untuk pembelaan diri. Tak ada konsekuensi lebih dari itu, dalam hal ini. Penggunaan senjata perang, tanpa alasan-alasan ini adalah tindakan yang merusak upaya mewujudkan perdamaian dunia. Harusnya prinsip ini ditanam dalam-dalam oleh semua negara. Pemilikan senjata perang dibolehkan sebagai langkah antisipasi bila ada serangan dari musuh misalnya. Jadi dalam opsi pertama ini, penekanannya terletak pada upaya pembelaan diri demi terciptanya keamanan, tidak lebih dari itu. Jika memang perdamain itu ingin dicapai.

Namun, kategori pertama itu tak akan bisa benar-benar bisa mewujudkan perdamaian dunia. Karena masing-masing negara memiliki senjata-senjata perang yang moncongnya mengarah satu sama lain. Akan selalu ada ketakutan akan serangan negara lain. Di titik inilah kemudian perlombaan untuk membuat senjata perang benar-benar menemukan lajunya. Yang satu ingin membuat senjata tercanggih, dan satunya lagi membuat senjata penangkal yang lebih canggih lagi. Dan begitulah seterusnya, hingga perang benar-benar muncul. Rusia berhasil membuat Ayah dari segala bom, Jepang berhasil menguji coba tameng anti rudal balistiknya, begitupun Amerika. Semuanya berlomba. Indonesia?

Kekhawatiran terhadap senjata perang itu, dari sini nampak begitu relevan. Bagaimanapun dengan adanya senjata perang apalagi senjata pemusnah masal di muka bumi ini, maka ketegangan di dunia ini akan selalu ada. Ketegangan yang disalurkan melalui perlombaan pembuatan senjata masal pada akhirnyapun akan membawa peperangan antar negara pemilik senjata dengan mengorbankan negara-negara yang miskin senjata.

Dengan alasan apapun, seharusnya kepemilikan senjata perang tidak dapat diperbolehkan. Perdamaian dunia tak akan pernah tercapai dengan senjata. Perdamaian dunia akan muncul bila masing-masing negara-negara mau melucuti dan memusnakan senjata-senjata mereka—terutama senjata pemusnah masal. Seharusnya PBB memiliki peran dalam hal ini. Saya rasa semua sadar akan hal ini.

Bayangkan saja semua negara tidak memiliki senjata pemusnah masal misalnya, tentunya ketegangan antara Amerika dengan Korea Utara yang membawa dunia pada kondisi kepanasan, tentu tak perlu ada. Korut yang seharusnya tidak menginginkan memiliki senjata pemusnah masal, kerena melihat negara-negara besar memiliki senjata itu, maka keinginan untuk memilikinya pun muncul.

Upaya-upaya untuk memiliki senjata, seperti Jepang yang menginginkan lebih banyak lagi bom curah, adalah indikasi awal terjadinya sebuah perang. Di mana masing-masing negara berhasrat memiliki senjata yang paling canggih. Senjata-senjata perang semakin menjadi phobia setiap negara. Ketakutan-ketakutan ini bukannya tak mungkin mengarah pada penciptaan perang. Berawal dari perlombaan senjata, sebagai moda unjuk gigi, kemudian berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Dan kemudian ucapkan selamat datang pada Perang Dunia ke-III!

Penciptaan senjata memunculkan peran-peran antagonis satu sama lain. Yang kemudian berperan menjadi musuh-musuh yang seolah mengancam keamanana negara. Ketakutan dicipta, teror ditebar, dari mereka, oleh mereka, dari mereka sendiri. Tak ada aktor lain selain mereka yang berkutat pada penggunaan senjata-senjata perang itu. Mencipta senjata untuk karena kepentingan dan kerakusan. Sudah takdir manusia untuk bertempur antara satu dengan yang lainnya. Memperebutkan ini-itu yang nampak menguntungkan. Sejak dulu hingga sekarang. Motif yang sama tidak akan berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar